Oleh :
A.MUIS MANDRA
I. PENDAHULUAN
Kata atau
istilah Mandar dalam lontar Mandar, teramat banyak ditemukan dalam arti
dan kepentingan yang berbeda-beda, namun tidaklah semua arti dan
kepentingan yang berbeda-beda tersebut masuk kriteria yang dimaksud
dalan judul diatas, melainkan yang dimaksud adalah bahagian-bahagian
terpenting sehubungan dengan hakekat keberadaan Mandar itu sendiri,
terutama apa itu Mandar dan hubungannya dengan kehidupan manusia yang
berpredikat orang Mandar.
Menurut
Panitia Pelaksana Seminar Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa dalam
suratnya pada Penulis, konon ada kehendak dari salah satu tokoh
Masyarakat Polmas untuk mengganti nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi
Kabupaten Mandar?
Berhubung lahirnya kehendak diataslah yang menjadi cikal bakal
dipilihnya judul di atas untuk dibahas dalam suatu seminar sehari, guna
mengetahui secara pasti berdasarkan sejarah Mandar, apakah mungkin bisa,
layak dan sesuai nama/istilah Mandar dijadikan pengganti nama kabupaten
Polewali Mamasa,atau ada nama lain yang lebih layak digunakan untuk
jadi nama pengganti Kabupaten Polmas tersebut.
Untuk
mendeteksi layak atau tidaknya istilah Mandar tersebutdigunakan sebagai
pengganti nama Kabupaten Polmas, kita wajib melihat dengan teliti,
seksama dan penuh pengertian secara logika berdasarkan kejujuran
intelektual tentang existensi dan keadaan logis keduanya, yakni Mandar
dan Polewali Mamasa.
Berikut ini Penulis akan berusaha sebatas kemampuan, teramat minim yang
penulis miliki, untuk membahas Mandar dalam pandangan budaya Mandar agar
jelas bagi kita tentang layak tidaknya istilah Mandar dijadikan nama
pengganti Kabupaten Polmas, sebagai berikut :
Sebelum
penulis berusaha membahas tentang Mandar dalam pengertian Lontar/Budaya
Mandar dan lepas dari layak atau tidak layak istilah Mandar dijadikan
pengganti nama Kabupaten Polmas, terlebih dahulu Penulis mengemukakan
pendapat pribadi Penulis sehubungan dengan kehendak menggunakan
kata/istilah Mandar menjadi nama Kabupaten Polmas, sebagai berikut :
Kehendak ini
harus dibicarakan lebih dahulu sesuai dengan prosedur berdasarkan
tradisi budaya Mandar, yakni wajib dibicarakan melalui seminar atau
kongres yang dihadiri oleh seluruh Mandar yang wilayahnya bekas seluruh
Kerajaan di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Bagbana Binanga, ditambah bekas
kerajaan di Tiparittiqna Ukai yakni bekas kerajaan Alu, Taramanuq dan
Tuqbi, karena menurut fakta sejarah, disinyalir, penggunaan istilah
Mandar secara formal dan resmi di seluruh wilayah Mandar, dimulai dalam
Allamungang Batu di Lujo atau lebih lazim dikenal dengan istilah
Sipamandaq di Lujo.
Menurut Penulis, lepas dari boleh atau tidak, layak atau tidak layak,
namun apapun yang diputuskan dalam pertemuan seluruh Mandar tersebut,
selalu absah dan sah untuk dilakukan di dalam wilayah Mandar.
II. PEMBAHASAN
A. Keberadaan Mandar
Dengan
memahami logika sejarah Mandar, kita tak mampu mengingkari, bahwa Mandar
tak lebih dari nama/istilah kesatuan Suku dan Budaya untuk seluruh
rakyat yang mendiami wilayah Mandar. Itu sebabnya sepanjang sejarah sama
sekali tidak pernah ada Kerajaan Mandar yang rajanya disebut Raja
Mandar dan menguasai seluruh Mandar. Yang pernah ada di Zaman
tradisional adalah raja-raja di Mandar yang jumlahnya empat belas, yakni
Kerajaan Tabulahang, Kerajaan Rantebulahang, Kerajaan Aralle, Kerajaan
Mambi, Kerajaan Matangnga, Kerajaan Tabang, dan Kerajaan Bambang
dikelompok Pitu Ulunna Salu, Berikut Kerajaan Balanipa, Kerajaan
Sendana, Kerajaan Banggae, Kerajaan Pamboang, Kerajaan Tappalang,
Kerajaan Mamuju, dan Kerajaan Benuang dikelompok Pitu Babaqna Binanga,
yang masing-masing berkuasa/berdaulat penuh di dalam kerajaannya dan
mempunyai derajat yang sama di antara kerajaan-kerajaan tersebut.
B. Letak Geografis Mandar
Wilayah
Mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi
Barat dengan letak geografis antara 1o-3o Lintang
Selatan dan antara 118o-119o Bujur Timur.
C. Luas Wilayah
Mandar
Luas wilayah Mandar adalah
23.539,40 Km2, terurai dengan :
1. Luas Kab.Mamuju dan
Mamuju Utara : 11.622.40 Km2
2. Luas Kabupaten Majene
: 1.932.00 Km2
3. Luas Kabupaten Polewali
Mamasa : 9.985.00 Km2
Jadi luas
Kabupaten Polewali sendiri : 9.985.00 Km2
Dikurangi luas Kabupaten
Mamasa sekarang : Km2
D. Batas-Batas Wilayah Mandar
:
Semula dari saman dahulu kala, minimum di zaman Penjanjian atau
Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
- Sebelah Utara dengan
Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
- Sebelah
Timur dengan Kabupaten Poso, Kabupaten Luwu dan Kabupaten Tanah Toraja
- Sebelah Selatan dengan
Binanga Karaeng, Kabupaten Pinrang
- Sebelah
Barat dengan Selat Makassar
Kini
batas Mandar di Utara berubah jadi Suremana, yang berarti kita
kehilangan wilayah lebih sepuluh kilometer, dan juga kehilangan lebih
sepuluh kilometer di Selatan, karena batas wilayah Mandar di Selatan
sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tapi Paku.
E. Mandar Dalam Beberapa
Perjanjian Internal Mandar :
Sebelum
Mandar secara resmi memakai istilah Mandar, leluhur Mandar tampil dengan
dua predikat yang baku dan umum disepakati oleh leluhur di Mandar,
yakni dua predikat kelompok yaitu kelompok kerajaan di daerah pegunungan
yang lazim dikenal dengan istilah Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di
hulu sungai) dan kelompok kerajaan yang terletak di muara sungai, yang
lazim dikenal dengan istilah Pitu Baqbana Binanga (tujuh kerajaan di
muara sungai), mereka leluhur Mandar menggunakan istilah “Hulu” dan
“Muara” sungai, perlambang jalinan persatuan antara dua kelompok itu
teramat erat yang tidak mungkin bisa dipisahkan, laksana satu sungai
yang hanya bisa dipilih antara Hulu dengan Muara. Antara lain
perjanjianyang bertujuan kesepakatan bulat demi untuk hidup bersatu,
seiya sekata, senasib dan sepenanggungan antara dua kelompok, ialah :
1. Perjanjian Rantebulahang :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara
Kerajaan Rantebulahang mewakili Pitu Ulunna Salu dan Kerajaan Balanipa
mewakili Pitu Baqbana Binganga. Tujuannya untuk memperkecil perbedaan
pendapat, guna menjalin persatuan dan kesatuan.
2. Perjanjian Malundaq :
Perjanjian
ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan
Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah Lalilakang
Tallu di Malundaq dan Lante Samballa di Taang.
3. Passullurang Basi di
Lakahang :
Perjanjian ini
terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu
Babaqna Binanga. Tujuannya ialah masalah orang Passokkorang sebagai
rampasan perang di Mandar dan masalah tiga perempat dari daerah Palilinq
Massedan menghadap ke Pitu Ulunna Salu dan seperempatnya menhadap ke
Pitu Babaqna Binanga.
4.Perjanjian Sungkiq :
Perjanjian ini
terjadi kira-kira abad ke XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu,
kakaruanna Tiparittiqna uhai dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya
menjadikan daerah paliliq massedan menjadi kakaruanna Tiparittiqna Uhai,
sehingga waktu itu terjadi istilah Pitu Ulunna Salu, Kakaruanna
Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.
5.Perjanjian Dama-damaq :
Perjanjian ini
terjadi kira-kira abad XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu, daerah
paliliq Massedan dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya pembebasan daerah
paliliq Massedan untuk memakai hukumannya sendiri didalam daerahnya.
6. Allamungang
Batu di Luyo (Sipamandaq di Lujo) :
Transliterasi :
a. Taqlemi manurunna
peneneang uppasambulobulo anaq, appona di Pitu Ulunna Salu, Pitu Baqbana
Binanga, nasaqbi Dewata Diaya dewata diang, Dewata dikanang Dewata
dikairi, Dewata diolo Dewata diboeq, menjarimi passemandarang.
b. Tannisapaq tanniatonang,
maq allonang mesa mallatte samballa, siluang sambusambu sirondong
langiqlangiq, tassipande peogdong tassipadundu pelango, tassipelei
dipanraq tassialuppei diapiangang.
c. Sipatuppu diadaq
sipalete dirapang, adaq tuho di Pitu Ulunna Salu, Adaq Mate di Muane
adaqna Pitu Baqbana Binanga.
d. Saputangang di Pitu
Ulunna Salu, Simbolong di Pitu Baqbana Binanga.
e. Pitu Ulunna Salu memata
di Sawa, Pitu Baqbana Binanga memata di Mangiwang.
f. Sisaraqpai mato
malotong anna mata mapute, anna sisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana
Binanga.
g. Moaq diang tomangipi
mangidang mambattangang tommutomuane, namappasisaraq Pitu Ulunna Salu
Pitu Baqbana Binanga, sirumungngii anna musesseqi, passungi anaqna anna
muanusangi sau di uwai temmembaliq.
Terjemahan :
a. Sudah terfakta kesaktian
leluhur moyang menyatu bulatkan anak cucunya di Pitu Ulunna Salu dan
Pitu Baqbana Binanga, diatas kesaksian Dewata (Tuhan) diatas Dewata
dibawah, Dewata di kanan Dewata di kiri, Dewata dimuka Dewata di
belakang, lahirlah persatuan seluruh Mandar.
b. Tak berpetak tak
berpembatas, bersatu bantal bertikar selembar, sepembalut tubuh
selangit-langit, saling tidak memberi makanan yang menyebabkan bisa
tertulang, saling tidak memberi minuman yang memabukkan atau beracun,
saling tidak meninggalkan dikesusahan, saling tidak melupakan pada
kebaikan.
c. Saling menghormati hukum
dan peraturan masing-masing, Hukum hidup di Pitu Ulunna Salu, Hukum mati
disuami adatnya Pitu Baqbana Binanga (Kerajaan Balanipa).
d. Destar (ikat kepala) di
Pitu Ulunna Salu, Sanggul di Pitu Baqbana Binanga.
e. Pitu Ulunna Salu menjaga
Ular (musuh dari darat), Pitu Baqbana Binanga menjaga Hiu (musuh dari
laut).
f. Nanti berpisah mata
hitam dengan mata putih, baru juga bisa berpisah Pitu Ulunna Salu dengan
Pitu Baqbana Binanga.
g. Barang siapa yang mimpi
mengidamkan seorang anak laki-laki yang bakal memisahkan Pitu Ulunna
Salu dengan Pitu Baqbana Binanga, bersepakatlah untuk segera membedah
perut yang hamil itu, lalu keluarkan ubang bayi laki-laki itu, kemudian
hanyutkanlah ke air yang tidak mungkin kembali lagi.
Perjanjian ini
terjadi kira-kira abad ke XVIII/XIX masehi antara leluhur Mandar yang
mendiami daerah Pitu Ulunna Salu dan daerah Pitu Baqbana Binanga.
Tujuannya kesepakatan bulat untuk secara resmi menggunakan Mandar
sebagai nama kesatuan suku dan budaya dan kesepakatan mengakui bahwa
Mandar adalah wilayah yang tercakup di daerah Pitu Ulunna Salu dan Pitu
Baqbana Binanga. Mulai saat itu leluhur orang Mandar mengakui penggunaan
istilah Mandar secara formal dan resmi sebagai nama kesatuan suku dan
budaya seluruh rakyat yang mendiami wilayah tertentu yang diberi nama
Mandar.
Maka
berdasarkan Sipamandaq di Lujo ini, lahirlah :
- Mandar
yang mempunyai wilayah tertentu dengan letak geografis dan batas-batas
tertentu.
- Mandar yang mempunyai
rakyat tertentu yang di sebut suku Mandar.
- Mandar sebagai satu
diantara empat etnis di Sulawesi Selatan.
- Mandar dengan budaya
spesifik yang dikenal dengan budaya Mandar.
Dengan demikian,
maka Mandar tidak bisa dijadikan nama salah satu kabupaten di Mandar,
karena akan bertentangan dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh Mandar,
baik Mandar sebagai nama kesatuan suku budaya, maupun syarat-syarat
lain seperti letak geografis, luas wilayah dan rakyat yang masuk
criteria rakyat Mandar.
Kwalitas kemandaran diantara
empat belas kerajaan yang ada di Mandar semua sama, yang olehnya tidak
ada satu kerajaan yang bisa mengklaim nama Mandar untuk dipakai sendiri,
karena Mandar adalah milik bersama empat belas bekas kerajaan di
Mandar.
Kecuali apabila diadakan lagi
pertemuan seluruh Mandar dan di bicarakan bersama lalu dicapai
kesepakatan untuk mengisinkan salah satu bekas kerajaan di Mandar untuk
memakainya, penulis rasa ini tidak ada masalah.
7. Usulan nama
Alternatif :
Suatu ketika pernah penulis
dipanggil alm. Haji Abdul Malik Pettana Iyendeng ke rumah beliau di
Tinambung semasa beliau masih hidup, untuk berbincang mengenai pemekaran
Daerah Kabupaten di seluruh Mandar menjelang lahiranya Sulbar, waktu
itu penulis mengusulkan pemekaran Kabupaten Polmas menjadi tiga
Kabupaten yakni :
- Kabupaten Pitu Ulunna
Salu (PUS)
- Kabupaten BalBen
(Balanipa Benuang)
- Kota Madiya Mandar
dengan Ibu kota Tinambung, meliputi Kecamatan Campalagian dan Kecamatan
Tinambung.
Dengan usul Penulis seperti
diatas, penulis sangat terkejut karena selama penulis hidup sama-sama
dengan beliau, baru kali itu Penulia lihat spontan beliau marah pada
penulis katanya : Kau mau merusak Mandar sebagai kebanggaan satu-satunya
bagi rakyat Mandar ?. mandar tidak bisa dipermak lagi, karena kapan
hilang salah satu syaratnya ia tidak akan menjadi Mandar lagi, Penulis
beralasan ; demi mengabadikan nama Mandar, lalu spontan beliau jawab
masih dalam keadaan kelihatan marah, “Apa kamu tidak anggap Mandar cukup
abadi dengan nama Suku dan Budaya Mandar ? Di Sulawesi Selatan bahkan
diseluruh nusantara sangat dikenal Budaya Mandar dan Suku Mandar, apa
lagi yang kau mau ? Penulis Cuma tertunduk diam saat itu. Beliau Cuma
menginginkan nama “Kabupaten Balanipa, atau digabungdengan Benuang
menjadi Kabupaten BalBen. Penulis menawarkan ; Kabupaten Balben
(Kabupaten Balanipa Benuang), atau Kabupaten Tamajarra, atau Kabupaten
Balanipa saja seperti yang beliau alm. Haji. Abdul Malik kehendaki
(Lihat Foto copy rencana pemekaran beliau terlampir).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan :
1. Mandar
adalah nama kesatuan Suku dan Budaya, bukan nama suatu kerajaan, atau
lain-lainnya
2. Mandar adalah nama Suku
dan Budaya orang-orang yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu
Baqbana Binanga.
3. Mandar sudah ada jejak
berabad-abad lalu, tapi dimulai pemakaiannya secara resmi sebagai simbol
persatuan bagi seluruh rumpun Mandar,sejak Allamungang batu di Lujo.
4. Mandar adalah milik
bersama secara berimbang tanpa perbedaan derajat di anatara empat belas
bekas kerajaan di Mandar yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu, Pitu
Baqbana Binanga dengan luas dan batas-batas tertentu.
5. Karena Mandar adalah
milik bersama empat belas Kerajaan di Mandar, maka tidak ada satupun
bekas kerajaan di Mandar yang bisa memakai sendiri istilah Mandar, tanpa
persetujuan empat belas bekas kerajaan Mandar.
B. Saran-Saran :
1. Supaya seluruh orang
Mandar berteguh dan konsekuen menjadikan Mandar sebagai lambang
Persatuan murni di seluruh etnis Mandar.
2. Untuk lebih mempertebal
rasa kemandaran, supaya Budaya Mandar digali, dikembangkan, diamalkan,
dilestarikan dan diwariskan kepada generasi Mandar di seluruh wilayah
Mandar.
3. Supaya seluruh Suku
Mandar yang mengaku Berbudaya Mandar, sama-sama memelihara keutuhan
Mandar sebagai lambang persatuan dan kesatuan di seluruh Mandar.
4. Supaya amanah
Allumungang Batu di Lujo sebagai kearifan dan Amanah leluhur Mandar,
kita terima sebagai warisan leluhur Mandar yang paling berharga untuk
sama-sama dipegang teguh untuk memelihara keutuhan Mandar.
5. Diusulkan nama Kabupaten
BalBen (Balanipa-Benuang) untuk jadi pengganti nama Polewali-Mamasa.
(Sumber : Kumpulan Makalah
Seminar Sehari Tahap II Menggagas Perubahan Nama
Kabupaten Polewali Mamasa Pasca UU 11 2002 Oleh DPD KNPI Polewali
Mandar)