Photobucket

Photobucket

Sanggar Seni Piccara

Photobucket

Semangat Piccara

Lautan Kata Sejuta Makna Dalam Rangkain Imajinasi Karya Sekedar Coretan Untuk Meluapkan Isi Hatiku

Photobucket

PICCARA

Salama` Topole

Photobucket

PICCARA

MANDARKU MALAQBI

Photobucket

PICCARA

MIKKE`DE DIATONGANANG DIPA`BANNEANNA MESA RUPA TAU

Rabu, 19 Desember 2012

PASSAYANG-SAYANG

Pemberian nama passayang-sayang sangat identik dengan penampilannya melantunkan lagu-lagu yang mengungkapkan rasa sayang  dan kerinduan yang sangat dalam.

Seiring perkembangannya pertunjukan passayang-sayang sering ditampilkan pada upacara adat, acara perkawinan , khitanan, kenduri dan lain sebagainya yang bersifat kedaerahan.

Dalam pertunjukannya terkadang menampilkan personil minimal 4 orang , 2 orang pemusik dan 2 orang penyanyi yang berpasangan laki-laki dan perempuan sehingga masing-masing saling berbalas mengungkapkan kata-kata kerinduan diiringi guitar dengan petikan khas sehingga terdengar lebih syahdu dan menyayat hati yang dengan menggunakan  kostum adat mandar beserta aksesorisnya.
 

PAKKACAPING


PictureKacaping atau yang biasa disebut pakkacaping merupakan pertunjukan kesenian tradisional daerah mandar yang ditampilkan pada acara perkawinan, khitanan dan acara adat lainnya .Setiap kali digelar acara pakkacaping ditampilkan pula gamacco yakni  gadis-gadis cantik yang duduk di dekat pemain kacaping untuk di jadikan  sebagai sumber inspirasi bagi pemain kacaping dalam melantungkan lagu-lagunya yang menggoda dan merayu sehingga secara tidak langsung  mengundang para penonton berlomba-lomba naik ke panggung mendatangi gadis yang sedang duduk sembari meletakkan sejumlah  uang (sawerang) ditempat yang sudah disiapkan oleh pihak penyelenggara.

Pada pertunjukan pakkacaping alat musik yang digunakan adalah kecapi (kacaping) berbentuk seperti guitar tapi agak panjang dan ramping serta talinya hanya dua, personilnya minimal 4 orang yang terdiri dari 2 pemegang alat musik dan 2 orang lainnya adalah penyanyi.

Busana yang digunakan untuk pemain dan penyanyinya adalah baju,     celana panjang,kopiah atau saputangan pengikat kepala,sedangkan gamacconya atau gadis yang duduk memakai baju pokko,sarung sutera dan aksesoris pakaian mandar  yang dianggap perlu.
Sumber : http://disbudparpolman.weebly.com/

Sabtu, 15 Desember 2012

WISATA PULAU


Picture
"Battoa" berarti "Besar", sesuai dengan namanya Pulau Battoa memang adalah pulau terbesar dari 7 pulau yang ada di kawasan gugusan pulau di Polewali Mandar. Pulau-pulau ini terletak di kecamatan Binuang, Pulau Battoa dihuni oleh kurang lebih 170 kepala keluarga yang umumnya bekerja sebagai nelayan.
Di sekeliling Pulau Battoa ini ditumbuhi hutan mangrove yang rindang. Tempat ini cocok untuk melakukan penelitian dan petualangan dan Out bound.

Meskipun relatif terpencil masyarakat di Pulau Battoa sudah dapat menikmati beberapa hasil pembangunan, diantaranya air minum dari PDAM yang airnya dialirkan di bawah laut, listrik, puskesmas pembantu, Sekolah Dasar dan SMP.

PULAU KARAMASANG

Picture
Pulau Karamasang adalah pulau yang letaknya paling timur dari sekian pulau yang ada di Polewali Mandar. Pulau ini dapat dilihat langsung melalui jalan trans Sulawesi, sesaat setelah anda memasuki wilayah Polewali Mandar dari arah Timur. Pada bagian selatan Pulau ini terdapat pantai pasir putih yang landai dengan panorama yang indah. Di sepanjang pantai pasir putih ditumbuhi pohon yang rindang yang dapat digunakan sebagai tempat berteduh sambil menikmati semilir angin laut.
Di beberapa titik sekitar Pulau Karamasang terdapat terumbu karang serta Hutan Mangrove yang subur. Secara administratif Pulau ini terletak di Kelurahan Amassangan Kecamatan Binuang. Tempat ini cocok untuk kegiatan Penelitian, Out Bound, Tracking, Fishing, Diving, berenang, dan lain-lain.

PULAU PANAMPEANG

Picture
Pulau Panampeang adalah satu dari 7 Pulau yang ada di Polewali Mandar, tepatnya berada dalam wilayah Desa Tonyaman kecamatan Binuang. Waktu tempuh dari  dermaga penyeberangan Belang-belang Desa Tonyaman menuju Pulau Panampeang dapat ditempuh sekitar kurang lebih 30 menit dengan menggunakan Taxi Laut, istilah yang digunakan penduduk setempat mengenai perahu bermesin temple dan bercadik yang digunakan sebagaio alat transportasi penyeberangan antar pulau-pulau di kawasan tersebut.

Konon nama Pula Panampeang berasal dari kata “Passappeang” artinya tempet menjemur pakaian para nelayan yang sedang beristirahat di pulau ini. Pulau ini juga dijadikan sebagai tempta transit bagi para nelayan jika ada badai saat mereka melaut. Lebih dari separuh wilayah pesisi pulau Panampeang ditumbuhi hutan bakau (mangrove) yang sangat subur dan sebagian lainnya berpasir putih.

PULAU PASIR PUTIH (GUSUNG TORAJA)

Picture
Tidak lengkap rasanya mengunjungi kawasan pulau di Polewaqli Mandar sebelum datang ke Pulau Pasir Putih atau biasa juga disebut Pulau Gusung Toraja. Meskipun kecil, pulau ini memiliki pesona keindahan yang luar biasa. Pulau ini dikelilingi oleh pasir putih yang bersih.
Di Pulau ini terdapat fasilitas berupa Villa yang dapat digunakan untuk beristirahat dan beberapa buah Gazeebo. Di tempat yang jauh dari kebisingan ini, wisatawan dapat  menyaksikan sunset dan sunrise.

PULAU DEA-DEA (PULAU KUCING)

Picture
Dari Dermaga Penyeberangan Belang-belang Desa Tonyaman, Perjalanan ke Pulau ini dapat ditempuh kurang dari 10 menit dengan menggunakan Taxi Air (perahu tempel). Pulau ini tidak dihuni dan sering disebut Pulau kucing karena di Pulau ini banyak dijumpai beberapa jenis kucing

PULAU LANDEA

Picture
Pulau ini disebut Pulau Landea karena pulau ini tidak ditumbuhi oleh alang-alang (dea). Di tempat ini dapat dilaksanakan kegiatan tracking sambil menyaksikan panorama indah di sekitarnya. Tidak jauh dari Pulau mini terdapat onggokan batu di tengah laut yang dulu sangat dimitoskan oleh masyarakat sekitarnya yakni "Batu Mangnganga" 

PULAU TO SALAMA

Picture Pulau ini memiliki beberapa nama antara lain :L
1. Pulau Tangnga (Tengah), karena posisi pulau ini berada di tengah gugusan  
     pulau di Polewali Mandar
2. Pulau Tosalama, karena di Pulau ini dimakamkan seorang wali penyebar
     Islam pertama di daerah Mandar yakni Syekh Abdul Rahim Kamaluddin yang
     telah tercatat sebagai salah satu Situs Cagar Budaya di Kabupaten Polewali
     Mandar.
Secara administratif Pulau ini masuk dalam wilayah Kelurahan Amassangan, Kecamatan Binuang dan dihuni oleh kurang lebih 80 Kepala Keluarga. 
Sumber : http://disbudparpolman.weebly.com/

PANTAI MAMPIE


Picture Kawasan Wisata Pantai Mampie mempunyai potensi sebagai perwakilan tipe ekosistem payau, memiliki satwa endemik serta mempunyai keanekaragaman burung air dan burung migran. Pantai ini langsung berhadapan dengan Selat Makassar. Di lokasi ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengumpulkan Nener (bibit Chanos chanos) dan pernah ditemukan jenis Chelonia mydas. Di sebelah timur pantai Mampie sekarang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk Budidaya Rumput Laut.

Pantai ini memiliki beberapa Nilai keunikan antara lain;

  • Keanekaragaman jenisburung air dan contoh perwakilan ekosistem hutan bakau dan hutan pantai. Kawasan ini sering dikunjungi oleh Pelikan Australia Pelecanus conspicillatus yang merupakan penetap di kawasan Australia dan bermigrasi setiap tahunnya ke kawasan Asia.
  • Waterfowls habitat. Tempat persinggahan jenis burung migran Pelecanus conspicillatus yang berasal dari Australia
  • Hutan Bakau. Vegetasi didominasi oleh Api-api (Avicennia sp.). Merupakan habitat berbagai jenis burung, termasuk jenis migran dari Australia Pelecanus conspicillatus. Hutan bakau pada kawasan ini sudah banyak dikonversi menjadi tambak ikan bandeng Chanos chanos dan udang. Karena dedgradasi kondisi ekosistem asli, daya dukung lingkungan untuk menyediakan nutrient menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan populasi dan keberlangsungan hidup species yang ada. Permasalahan ini telah diupayakan pemecahannya melalui pelaksanaan pembinaan habitat dengan merehabilitasi tegakan bakau dengan jenis Rhizopora mucronata. Tegakan tersebut selain berfungsi sebagai tempat bermain dan mencari makan, juga berfungsi sebagai green belt untuk menghindari terjadinya abrasi pantai yang lebih jauh ke arah daratan. Konversi ekosistem bakau, di satu pihak telah menyingkirkan sebagian species asli yang mengkonsumsi cacing di lumpur bakau (jenis-jenis dari famili Threskiornithidae dan Anatidae), dan di satu pihak telah mendukung pertumbuhan populasi secara mantap (steady state density) bagi jenis-jenis burung pemakan ikan dan krustacea, terutama jenis-jenis Ardeidae. Aksesibilitas menuju Suaka Margasatwa Mampie dapat dicapai dengan jalur darat dan laut  dari Polewali sebagai Ibukota kabupaten Polewali Mandar. Jarak darat dari Polewali ke Mampie ekitar 15 kilometer

PANTAI BAHARI


Picture
Keindahan Pantai Bahari di Malam Hari
Letaknya tepat berada di pusat Kota Polewali, Ibu kota Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat.  Lebih dikenal dengan nama Pantai Bahari karena berada di jalan Bahari. Di tempat ini anda dapat menyaksikan terbenanmnya matahari (Sunset) sambil memilih suguhan wisata kuliner dengan berbagai pilihan. Pantai Bahari sangat ramai dikunjungi terutama malam minggu sambil menikmati weekend.

Dahulu Pelabuhan Bahari sangat ramai kegiatan bongkar-muat dan pelayaran antar pulau untuk mengangkut hasil bumi dari Polewali Mandar, seperti kopra dan beras.

Pada malam hari pantai Bahari sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik yang terutama yang berasal dari beberapa Kabupaten/Kota yang ada di sekitarnya, antara lain dari Kabupaten Majene, Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare. Di tempat ini pengunjung disuguhi dengan wisata kuliner dengan berbagai pilihan.

Dulu pantai bahari ini sangat ramai oleh kapal pelayaran antar pulau yang mengangkut hasil bumi seperti beras dan kopra dari Polewali Mandar, tapi sekarang menjadi kawasan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal dan domestik yang berasal dari beberapa kabupaten di sekitarnya seperti Majene, Pinrang dan Parepare.

Pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya Pantai Bahari juga ramai dikunjungi untuk bermain dan berenang di sepanjang pesisir pantai. Selain itu bagi anda yang punya kegemaran memancing (Fishing) tempat ini juga sangat cocok sebagai pilihan kunjungan anda.

Sumber : http://disbudparpolman.weebly.com/

MAKAM TODILALING

Situs ini berada di Desa Napo, Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat. I Manyambungi atau lebih dikenal dengan nama Todilaling Raja Balanipa I (pertama). Posisi kerajaan Balanipa dalam Pitu Ba`bana Binanga adalah sebagai bapak/ketua dan sekaligus sebagai pemeran pokok dalam sejarah perkembangan kerajaan –kerajaan di Pitu Ba`bana Binanga. I Manyambungi berasal dari Napo, semasa kecil beliau sering bersabung ayam dengan sepupunya  anak
Tomakaka Napo. Suatu ketika I Manyambungi bersama sepupunya tersebut mengadakan adu ayam (sabung ayam) namun ayam I Manyambungi pada saat itu kalah dan akhirnya I Manyambungi membunuh sepupunya karena merasa malu. Karena peristiwa itulah beliau melarikan diri ke Gowa dengan menumpang perahu Makassar atas usulan Pappuangan Mosso di Campalagian. Setelah sampai di Gowa Ia ditempa menjadi “Juak” anggota militer kerajaan Gowa bahkan pihak kerajaan Gowa pada waktu itu member kepercayaan kepadanya untuk memimpin tentara memerangi musuh – musuh kerajaan Gowa.

Kepopuleran I Manyambungi tersebut didengar oleh pemuka – pemuka masyarakat di daerah asalnya (Mandar), diperburuk oleh adanya kekacauan di dalam negeri waktu itu. Kondisi ini dimanfaatkan sebaik – baiknya oleh pemuka masyarakat untuk menghadap raja Gowa, meminta agar mengembalikan I Manyambungi ke Tanah kelahirannya (Tanah Mandar). Kehadiran I Manyambungi sangat diharapkan, memulihkan tanah Mandar dari kekacauan.
Kembalinya I Manyambungi dari Perantauan sekaligus merupakan tonggak sejarah baru bagi kerajaan Balanipa.
I Manyambungi yang bergelar Todilaling diangkat sebagai Raja Balanipa I dengan meliputi Appeq Banua Kaiyyang (Empat Kampung Besar), yakni Napo, Samasundu, Todang – Todang dan Mosso.
I Manyambungi mempersunting seorang gadis anak keluarga raja Gowa yang dari perkawinan itu lahirlah Tomepayung Raja Balanipa kedua.
Sumber : http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

MAKAM IMAM LAPEO

Lokasi makam ini terletak di desa lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.
Makam Imam Lapeo ini berada dalam kompleks bangunan Mesjid dan disekitar Mesjid dipadati rumah – rumah penduduk. Makam ini sangat mudah dijangkau karena letaknya berada di Jalan Poros Makassar – Majene.
Bangunan makam ada 2 buah yang terletak dalam sebuah cungkup menghadap ke Timur. Yang menarik dari makam ini adalah terdapatnya semacam rangka tempat tidur dari besi di luar badan makan seakan – akan berfungsi sebagai pagar. Bangunan makamnya sendiri nampaknya sudah berupa bangunan modern berorientasi utara – selatan membentuk empat persegi panjangdengan hiasan gunungan pada bagian kepala dan kaki makam. Jumlah Undakan kedua gunungan tersebut tidak sama, gunungan di sebelah utara terdiri dari lima undakan dan undakan gunungan sebelah selatan enam undakan. Adanya perbedaan undakan ini berdasarkan konsep ajaran Islam yaitu adanya rukun Islam dan rukun Iman.

 Adapun nisan makam ini hanya 1 buah terbuat dari kayu ebonik ( kayu hitam) berbentuk gadah, terdiri atas tiga bagian yaitu bagian bawah, bagian tengah dan bagian atas, masing-masing bagian bagian di batasi oleh pelipit. Ragam hias nisan dengan pola tumpal dibuat dengan cara memahat sehingga Nampak berbentuk ornament timbul.
Mengamati penempatan lokasi makam yang berada dalam komplek mesjid menunjukkan adanya kesinambungan dalam tata cara pemakaman yang berasal dari tradisi pra Islam yaitu pada pola penempatan seorang yang dianggap tokoh yang paling dihormati, biasanya penempatan makamnya dalam suatu kompleks yang dianggap suci seperti penempatan makam diatas bukit atau satu kompleks dengan mesjid. Tata laku penguburan seperti ini bersumber pada suatu gagasan atau ide tentang makro kosmos, dan mikro kosmos begitu pula tentang konsep adanya hidup setelah mati.
Berikut ini ukuran bangunan makam dan bagian-bagiannya , masing – masing :
-       Panjang makam : 252 cm
-       Lebar makam 120 cm
-       Tinggi nisan : 100 cm
-       Diameter nisan : 15 cm
-       Tinggi makam hingga nisan : 122 cm
-       Ukuran lingkaran dasar nisan : 80 cm
-       Ukuran badan nisan : 51 cm
 Sumber : http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

PANTAI PALIPPIS


Pantai Palippis dikenal dengan keindahan panorama alam laut yang sangat eksotis. Pantai Palippis yang terletak di jalan poros Provinsi Sulawesi Barat , tepatnya di Desa Bala Kecamatan Balanipa ini sekitar 20 Km dari ibu kota Kabupaten Polewali Mandar, selain hamparan pasir putih yang memanjang, di sepanjang pantai tampak juga keindahan alam perbukitan dan batu karang dengan tebing dan goa alam di Lawuang yang memanjang dan bersambung dengan pantai Palippis (kurang lebih sepanjang tiga kilo meter) , di kawasan ini dapat juga ditemukan tebing karang yang menyerupai ngarai, gua kelelawar yang terletak di atas bukit yang membentang tidak jauh dari bibir pantai.

Pulau Pulau
Kabupaten Polewali Mandar, sebagai kabupaten yang memiliki kekhasan kebudayaan maritim dilengkapi dengan pulau – pulau yang bertebaran di sepanjang pantai Polewali. Tercatat sedikitnya ada 6 pulau – pulau kecil mulai dari Pulau Battoa, Pulau Tangnga, Pulau Tosalama’, Pulau Gusung Toraja dan Pulau Karamasang serta Pulau panampeang yang bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan perahu motor milik warga yang menjangkar di Kecamatan Binuang dan Kecamatan Polewali dengan jarak tempuh sekitar setengah jam perjalanan. Yang menarik dari pulau ini, selain keindahan alamnya, beberapa diantaranya pulau – pulau ini hingga kini belumlah berpenghuni.sehingga cukup refresentatif untuk ditemapti bersantai atau rekreasi bersama keluarga ditemani semilir angin laut dan debur gelombang yang lembut, tenang dan bersahabat seraya memancing, berjemur dan berenang.

Selain beberapa diantara pulau ini tidakberpenghuni, khusus pulau – pulau yang berpenghuni juga menawarkan beragam aktivitas masyarakat khas masyarakat pesisran yang menarik dan selalu tampil dengan seulas senyum ramah menyambut siapa saja yang datang bertandang ke tempat ini. Belum lagi flora dan fauna laut yang juga menawarkan keindahan tersendiri.ditambah dengan belantara hutan bakau yang beberapa diantaranya meliuk dan menambahkeindahan bibir bantai pulau-pulau

Sebelum mencapai pulau – pulau ini, utamanya jika perjalanan laut yang ditempuh menyusuri pesisir pantai dan dimulai dari Kecamatan Polewali, selain aktivitas penagkapan ikan secara tradisional akan banyak ditemui, pemandangan bangang yang berdiri tegak diatas permukaan lautpun akan banyak dijumpai. Termasuk aktivitas penambak rumput laut yang bertebaran di sepanjang pantai. Seakan menegaskan, betapa karibnya masyasarakat sekitar pulai ini dengan laut. Sebagai tempat mereka untuk menafkahi hidup dan mengisi waktu dalam kehidupan mereka

Aktivitas lainnya yang juga akan sangat banyak ditemui disepanjang perjalanan menuju pulau – pulau tersebut, adalah beberapa warga masyarakat yang mencari nafkah dengan menagkap ikan menggunakan jala atau alat pancing dari atas perahu – perahu tradisional milik mereka. Sehingga, selain keindahan alam laut yang akan kita temui dalam perjalanan menyusuri pulau – pulau ini , kita juga akan diperkenalkan dengan beragam jenis perahu – perahu tradisional masyarakat sekitar pulau ini. Mulai dari soppe – soppe, lepa –lepa, ba’go dan lain sebagainyayang kesemuanya itu mereka gunakan untuk mencari nafkah di lautan.[polewalimandarkab.go.id]

PANTAI DATO MAJENE


Pantai Dato adalah salah satu obyek wisata alam yang sangat menarik di Majene Sulawesi Barat , selain itu ditemukan juga obyek wisata alam lainnya seperti Puncak Salabose, Pantai Barane, Air terjun Malle, Pantai Baluno, Pantai Pacitan, Air Terjun Limboro, Pasir Putih Bonde bonde, Permandian Air Panas Makula serta Obyek wisata sejarah Makam Raja-raja Banggae.

Pantai Dato IndotimnetPantai Dato, Majene terbagi 2 bahagian yaitu pantai yang berpasir putih dan pantai beralaskan karang. Karang yang menjorok kelaut atau karang yang berlubang karena hantaran ombak menambah keunikan dan keindahan pantai dato, Meniti pinggiran tebing menuju puncak karang merupakan suatu tantangan yang sangat mengasikan. dari puncak karang kira2 ketinggian 20 Mtr, melongok kebawah sampai penembus permukaan air laut yang sangat jernih untuk melihat ikan yang bermain diantara terumbu karang. Pada senja hari tampak matahari kembali ke peraduannya di balik bukit nun jauh. Sangat indah, tapi sayang , lokasi ini nampaknya belum menjadi perhatian dari pemerintah setempat (2009).
Menuju kelokasi ini menggunakan kendaraan darat pribadi atau carteran , kira 15 menit dari kota Majene. Jalannya cukup mulus, menyisir hutan kecil dan kebun para penduduk. Sampai di tempat parkiran menuju pantai harus menuruni tebing setinggi 30 meter melalui anak tangga batu.

Jumat, 14 Desember 2012

MAKAM PUANG TOBARANI


Sesuai dengan namanya, maka di kompleks ini dimakamkan seorang panglima perang kerajaan Balanipa dan keluarganya. Makam ini pada waktu – waktu tertentu masih sering dikunjungi masyarakat Mandar dan sekitarnya.

Situs ini secara administratif berada dalam wilayah desa Tandung, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar. Untuk sampai ke lokasi tersebut dapat ditempuh melalui jalan desa yang sudah diaspal berjarak sekitar 1 km dari poros jalan utama Polewali – Majene. Kompleks makam ini terletak di belakang rumah penduduk yang berbatasan sebelah utara dengan kebun/hutan. Demikian pula sebelah baratnya, sedangkan sebelah timur dan selatan dengan pemukiman dan telah dipagar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar seluas 40 x 35 meter dengan status tanah milik pribadi/perorangan.

Untuk merawat dan memelihara kebersihan makam oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar telah menempatkan seorang tenaga juru pelihara honor. Jumlah makam yang ada sekitar 125 buah dengan klasifikasi makam yang besar 7 buah, sedang 110 buah dan makam yang kecil 21 buah, dengan orientasi makam utara – selatan sehingga dikategorikan sebagai makam Islam.

Bila diperhatikan dengan seksama nampak bahwa bangunan jirat makam, baik bentuk maupun teknik pembuatannya tidak berbeda dengan makam pada kompleks makam lainnya yaitu hanya berupa sebuah bangunan berundak dari sebuah batu monolit dilengkapi dengan atau tanpa gunungan dengan nisan 1 atau 2 buah bentuk lainnya berupa system papan batu yang dibuat dengan cara susun timbun. Selain itu nampaknya di kompleks ini ada beberapa bangunan makam yang sangat spesifik yaitu jirat makam yang dibuat dari batu monolit dalam ukuran kecil kemudian dipahat membentuk sebuah makam lengkap dengan gunungan dan 2 buah nisan, gunungan dn ini seakan menyatu dengan bentukan nisan balok dengan puncak melebar, bulat. Adapun bentuk nisan pada kompleks makam ini selain bentuk hulu keris dan gada yang selalu ditancapkan secara berpasangan pada sebuah jirat, terdapat pula beberapa buah nisan bentuk batu tegak dn nisan selindrik (balok).

Hiasan yang mengisi bidang – bidang jirat makam, nisan maupun gunungan makam terdiri dari ragam hias sulur – sulur pilin (spiral) dan tumpal, dengan cara pembuatan dengan memahat batu makam sehingga memunculkan sebuah hiasan dekoratif  dalam bentuk ornament – ornament timbul.
Sumber : http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

MAKAM PALLABUANG


Makam ini terletak di lingkungan Paggiling, Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung berada pada ketinggian 70 meter dari permukaan laut. Situs ini dapat dijangkau dengan melewati setapak mendaki yang berjarak 500 meter dari ibukota kecamatan Tinambung. Situs ini terletak di sebuah bukit dengan lingkungan alamnya dipenuhi tanaman palawija seperti kelapa dan pisang.

Kompleks makam ini telah dipagar, dan untuk merawat serta memelihara kompleks makam ini telah ditempatkan juru pelihara ( honor ) dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar.
Status kepemilikan tanah oleh keluarga Maraddia (H. A. Manda ). Jumlah makam dikompleks ini sekitar 95 buah dan telah dipugar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. Dari sejumlah makam yang ada hanya beberapa buah yang diketahui identitasnya yaitu :
1.    Makam Puang Tuppu, beliau termasuk salah seorang pemangku adat di kerajaan Balanipa, makamnya terletak disebelah barat kompleks.
2.    Pamassei, tokoh ini yang paling utama dalam kompleks makam ini, makamnya terletak persis di depan pintu gerbang kompleks makam dan berada dalam sebuah cungkup dengan dinding terali besi. Makamnya telah mengalami pemugaran khusus jiratnya telah diberi tegel keramik. Beliau merupakan anak raja Tokape ( Jaka Talluna Balanipa ) yang turut memperkuat dan melanjutkan perjuangan Maraddia Tokape di bawah pimpinan Ammana I Wewang di dalam melawan penjajah Kolonial Belanda dan sangat gigih berjuang mempersatukan kerajaan – kerajaan Mandar dan mengakhiri perang saudara yang sering terjadi.
Orientasi bangunan /jirat makam mengarah utara – selatan sehingga dikategorikan sebagai makam Islam. Adapun ukuran makam bervariasi ada yang besar, sedang dan kecil. Dibawah ini ukuran masing – masing sampel.
Bangunan / jirat makam yang besar berjumlah 21 buah, berukuran :
-       Panjang : 364 cm
-       Lebar : 223 cm
-       Tinggi : 60 cm


Yang berukuran sedang sebanyak 40 buah, berukuran
-       :Panjang : 45 cm
-       Lebar : 62 cm
-       Tinggi : 80 cm

Yang berukuran kecil sebanyak 34 buah, berukuran :
-       Panjang : 36 cm
-       Lebar : 21 cm
-       Tinggi : 20 cm

Teknik pembuatan bangunan makam ada 2 yaitu :
1.    Dengan system papan batu yang dihubungkan satu dengan yangn lain diikat dengan pen membentuk bangunan berundak 2 sampai dengan 4.
2.    Dengan mempergunakan batu monolit ( peti batu ) dimana yang dikerjakan dan dipahat lebih lanjut hanya bagian atas jirat berupa pembuatan lubang untuk tempat nisan ditancapkan.

Nisan sebagai salah satu komponen makam yang selalu hadir memperlihatkan beberapa tipe yaitu tipe hulu keris, gada bermahkota, pipih menyerupai trisula atau mata tombak dan nsan tidak beraturan.

Khusus untuk nisan hulu keris dan gada, nampaknya selalu ditempatkan berpasangan pada setiap makam. Unsur lain yang melengkapi makam adalah gunungan yang selalu dipasang pada bagian kaki dan kepala makam namun penempatan gunungan ini biasanya pada bangunan atau jirat yang berundak .

Ragam hias yang ditampilkan di kompleks makam ini sangat bervariasi berupa hiasan florastis dalam bentuk sulur – suluran dan terdapat dalam bentuk pilin dan cakra. Selain ragam hias terdapat pula inskripsi yang menghiasi bidang – bidang nisan bentuk gada bermahkota dan jirat. Kalimat tauhid yang biasa terdapat pada inskripsi adalah Allah dan La ilaha illallah disamping tahun hijriah.
Ragam hias dan inskripsi tersebut dibuat dengan cara memahat atau mengukir batu makam sehingga tercipta ornament – ornament timbul. Secara keseluruhan bahan bangunan makam, baik jirat, kijing, nisan maupun gunungan terbuat karang.
Sumber : http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

MAKAM TUAN LANGARANG


Situs ini berada di desa Samsundu, Kecamatan Limboro , Kabupaten Polman, berjarak sekitar 3 km dari ibukota kecamatan Tinambung Letak situs dari jalan desa sudah diaspal berjarak sekitar 150 meter kearah selatan harus ditempuh dengan berjalan kaki melewati jalan setapak pemukiman, sebelah barat dengan kebun pisang, sebelah selatan dan timur dengan kebun pisang dan kelapa, pada ketinggian sekitar 40 meter dari permukaan laut. Keseluruhan makam di situs itu, berjumlah 4 buah dengan rincian 3 besar, dan 1 ukuran kecil berada dalam sebuah rumah atau cungkup dengan dinding tembok dan atap seng. Kondisi fisik sebenarnya cukup terawat karena oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar telah menempatkan seorang juru pelihara ( PNS ) namun karena ulah sekelompok oknum yang mengaku keluarga tokoh yang dimakamkan memberikan cat perak seluruh komponen makam sehingga nampak makam tidak asli. Tokoh utama yang dimakamkan adalah tuan Lamgngarang, beliau selain seorang putra bangsawan yang sangat berjiwa social dikenal pula sebagai muballig atau penganjur agama Islam didaerah  Mandar yang memiliki sejumlah kesaktian. Menurut informasi, konon sewaktu akan melaksanakan ibadah haji ke tanah suci kendaraan yang ditumpangi bukanlah kapal atau perahu malainkan laopi – lopi  kelapa ( anjoro ) di samping kesaktian lainnya dapat mendatangkan hujan lewat doanyan sehingga beliau juga dianggap seorang wali Allah.

Makam lainnya adalah makam Puang di Pangale, Puang ri Camba, dan makam anaknya Puang di Pangale. Menilik bentuk bangunan makam khususnya jirat atau kijing makam Nampak dibuat dengan cara memahat sedemikian rupa sebuah batu monolit ( peti batu ) yang akhirnya terbentuk sebuah bangunan berundak lengkap dengan gunungan yang terletak pada kaki da kepala jirat dan di atas atau di tengah jirat ditancapkan nisan bentuk gada bermahkota  maupun Nisan pipih menyerupai trisula.
Nisan bentuk gada bermahkota adalah nisan yang bentuk dasarnya bulat ( bundar ) dan pada bagian kepala di bentuk sedemikian rupa menyerupai mahkota ataupun kopiah sedang bagian dasarnya dipahat membentuk bidang – bidang. Nisan bentuk pipih adalah nisan yang bentuk dasarnya tipis dan pada puncak dibuat meruncing menyerupai mata tombak.

Hal yang menarik dari bagian – bagian makam di kompleks ini adalah bahwa bangunan makam seakan – akan tidak langsung di lokasi tersebut namun dibuat ditempat lain kemudian dipindahkan ketempatnya yang sekarang. Asumsi ini didasarkan pada kedudukan jirat atau kijing makam yang tidak menyatu dengan tanah disekelilingnya bahkan dasarnya ditopang sejumlah batu karang. Bahkan bahan baku pembuatan makam seluruhnya dari batu karang. Pola hias yang mendominasi jirat dan nia\san adalah pola hias sulu – suluran floraistis dan geometris dalam bentuk pilin ganda, dibuat dengan menggores ( incise ). Inskripsi sebagai salah satu dasar yang dapat memberikan petunjuk dalam mengungkap identitas yang dimakamkan tidak ditemukan sama sekali.
Ukuran makam sebagai berikut :
Ø  Makam yang besar, berukuran :        
Tinggi = 95 cm
Lebar = 57 cm
Panjang = 120 cm
Ø  Makam yang sedang, berukuran :   
Tinggi = 137 cm
Lebar = 71 cm
Panjang = 95 cm
Ø  Makam yang kecil, berukuran  :         
Tinggi = 121 cm
Lebar = 56 cm
Panjang = 72 cm
Sumber : http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

TOAMAKAKA ALLUNG


Kompleks makam Tomakaka Allung secara administrative terletak di desa Patampanua Kecamatan Matakali Kabupaten Polewali Mandar. Situs Tomakaka Allung terletak di atas batu (gua – gua batu). Wadah makam dibuat dari kayu berbentuk persegi empat panjang.

Teknik pembuatan dilakukan dengan memahat kayu pada bagian tengah, sampai membentuk lubang, dan bagian atas dibuatpenutup yang bahannya juga dari kayu.

Temuan makam di kompleks tersebut, ada dua buah. Tokoh atau orang yang dimakamkan di lokasi pemakaman tersebut tidak diketahui lagi, dan bentuk pemakaman dilakukan dengan system pemakaman kedua (secondary burial).

Ragam hias pada wadah makam berupa erong yang oleh masyarakat Mandar menyebut Allung, berupa garis – garis dan bentuk ekor binatang pada salah satu bagiannya. Kompleks Makam itu sampai sekarang tetap terpelihara.

Ukuran Allung, pada pemakaman tersebut, adalah sebagai berikut :
Allung I, berukuran panjang 250 cm, lebar 50 cm dengan ketinggian (tinggi Allung) 47 cm. Allung II berukuran panjang 200 cm, lebar 50 cm dan tinggi 48 cm. 
Sumber :http://www.budparpolewalimandar.blogspot.com/

Kamis, 13 Desember 2012

Asal Usul Biola





Biola termasuk salah satu jenis dari kelompok Violin, yang terdiri dari: Biola kecil, biola menengah, biola besar dan biola-bass, perbedaannya terletak pada ukurannya, namun cara berbunyi dan cara resonansinya sama. Biola dimainkan dengan cara digesek, pada umumnya disebut: alat musik gesek/senar-busur. Asal usul alat musik gesek termasuk cukup lama di dalam sejarah umat manusia, seiring dengan penyebaran kebudayaan dan perubahan sejarah, oleh karena itu di wilayah berbeda kemungkinan terdapat sebutan berbeda untuk satu alat musik yang sama, atau bisa saja sebuah sebutan yang sama tapi yang dimaksud alat musik berbeda, perlahan-lahan seiring dengan situasi endemiknya maka telah berkembang menjadi alat musik yang beraneka-ragam. KELAHIRAN
Menurut catatan kuno bangsa Aria di India, pada 5.000 tahun yang lampau, raja Ravana dari negara Sri Langka telah mencipta alat musik yang menggunakan senar-busur, yakni Ravanastron, kemudian Ravanastron menyebar ke Afghanistan dan Persia, pada awal abad ke 1, semasa zaman kerajaan Da Yue Shi di Afghanistan, bentuk instrument musik itu berubah menjadi bentuk Pipa (alat musik petik dari Tiongkok), papan atasnya datar, punggungnya berasal dari kayu utuh yang dipahat cekung, agak halus, nada dan resonansinya agak besar. Pada abad ke 7 menyebar ke wilayah Arab dan sewaktu zaman keemasan Islam namanya diubah menjadi Rebab.
PENYEBARAN KE EROPA
Sekitar abad ke 8, seiring dengan perluasan pengaruh Islam, Rebab masuk ke Spanyol, kala itu Spanyol dibawah kekuasaan dinasti Aragon, orang Spanyol menyebut instrument tersebut sebagai Rebec atau Rebeca. Dalam waktu bersamaan juga memasuki Roma, Yunani, Eropa Timur dan Italia.
Pada abad pertengahan di Eropa, wilayah perkembangan alat musik gesek ialah Italia, Jerman dan Perancis, meskipun asal usul alat musik gesek bukan di Eropa, tetapi telah dibesarkan dan berjaya di Eropa. Alat musik gesek yang mula-mula masuk ke Eropa terdiri dari 2 macam yakni: Pegangan vertical dan Pegangan di atas lengan.
Biola dengan pegangan vertical adalah cara penyajian awal dari alat musik gesek, semenjak awal Rebab-Arab sampai ke Rebeca, hingga setelah ratusan tahun perubahan dari Rebeca menjadi Viol, semuanya dimainkan dengan vertical, sampai dengan abad ke 18 digantikan dengan kepopuleran Biola. Namun cara pegangan vertical sampai sekarang dapat dipertahankan pada alat musik berbagai daerah, misalnya: Hu Qin (baca: Hu Jin) dari Tiongkok, Gadulka dari Eropa Timur, Sarangi dan Sardi dari India, Morinchur dari Mongolia dll.
Biola dengan cara pegang di atas lengan dimainkan dengan meletakkan Rebeca di atas punggung tangan atau dijepit di bawah rahang, kemungkinan terpengaruh oleh Lyra dari Mesir, juga dikarenakan akibat pengaruh pementasan keliling penyair gelandangan Eropa dengan seniman nomad, itulah pionir/bentuk awal dari biola modern.
Viol muncul lebih dulu 1 abad dibandingkan Biola, karena ia pegangan vertical, maka ia bukanlah bentuk awal Biola, kemudian kedua alat musik itu eksis bersama-sama selama 2 abad. Suara Viol jelas dan manis, lembut dan elegan, itulah sebabnya biasanya dimainkan di forum high society, seperti di dalam istana; sedangkan volume Biola agak besar, suaranya brilian dan indah, bisa dimainkan antara level kuat dan lemah, maka itu lebih sesuai dengan forum yang luas, seperti assembly dan ball room-hotel dll. Kemudian pada sekitar abad ke 17 (th 1650), jelas Biola lebih disukai oleh dunia, kebutuhan dan posisi Biola semenjak saat itu melampaui Viol.
KELAHIRAN BIOLA
Di bawah pertukaran dan hantaman budaya, Biola modern paling awal muncul pada abad ke 16 (sekitar th 1520) di Italia-utara, abad 16 adalah saat-saat tergemilang dari zaman Renaissance, dengan latar belakang Renaissance, lambat laun Biola mengarah ke bentuk modern sekarang ini, pembuatannya halus, proses/teknologi designnya sesuai dengan teknologi dan prinsip estetika, terlebih lagi suaranya yang indah dan nyaring, kuat serta lincah menonjolkan ciri alat musik zaman sekarang.
Kemudian ditambah lagi dengan ditumbuh-kembangkan oleh Cremona dan 3 clan pembuat biola paling terkenal dari Cremona yakni:, Amati, Stradivari dan Guarneri, hingga kini biola buatan mereka masih saja menjadi barang rebutan kolektor modern, dewasa ini masih diakui sebagai biola terbaik di dunia.
Pembuat biola zaman modern banyak yang giat mengupayakan perombakan dan pembaharuan, namun selalu saja tak mampu melebihi rancangan generasi pendahulu, walau terdapat sejumlah style pribadi ataupun perubahan mini, akan tetapi tetap tak bisa lepas dari pola semula, itulah sebabnya ada yang beranggapan, biola adalah item yang sudah maksimal di dalam sejarah teknologi umat manusia.
Teknik permainan dan kedudukan biola pada akhir abad ke 16 belum mencapai puncaknya, bagaimanapun perkembangan alat musik mengikuti dan saling mengisi dengan pemain dan komponis. Pada masa pertengahan abad ke 17, para komponis mulai khusus memperhatikan suatu bentuk musik untuk pertunjukan tertentu, seperti musik biola atau musik akustik, maka secara perlahan biola menggantikan peran viol.
Komponis Italia, Monteverdi secara resmi memasukkan biola ke dalam pertunjukannya, dan telah menciptakan banyak teknik bermain biola, menghasilkan lebih kaya lagi nada dan suara biola. Marini telah menulis banyak musik solo untuk biola. Sedangkan Corelli yang disebut sebagai “Bapak teknik biola modern”, adalah seorang pakar pertunjukan professional juga adalah seorang komponis, ia mulai mencipta sonata gaya biola dan 12 buah konser besar philharmonic orchestra (konser besar adalah bentuk awal dari konser). Karena telah hadir para komponis seperti tersebut diatas yang membuat perkembangan dan posisi biola telah maju dengan langkah besar, juga telah mempengaruhi komponis dari aliran klasik seperti: Bach, Georg Friedrich Händel, Mozart dll. Pada zaman Barocco karena kemajuan musik biola, musiknya lambat laun lepas dari cara pementasan musik akustik gereja dan terbentuklah pertunjukan musik dalam ruang. Sampai zaman akhir Barocco, skala bentuk orkestra dan kerumitannya semakin bertambah, dan teknik pertunjukan alat musik juga semakin lama semakin rumit dan beraneka ragam. Teknik biola juga pada awal abad ke 19 dibawa ke puncaknya oleh pakar biola Italia, Paganini.

MANDAR DALAM PERSPEKTIF LONTAR MANDAR


Oleh :
A.MUIS MANDRA
I. PENDAHULUAN
Kata atau istilah Mandar dalam lontar Mandar, teramat banyak ditemukan dalam arti dan kepentingan yang berbeda-beda, namun tidaklah semua arti dan kepentingan yang berbeda-beda tersebut masuk kriteria yang dimaksud dalan judul diatas, melainkan yang dimaksud adalah bahagian-bahagian terpenting sehubungan dengan hakekat keberadaan Mandar itu sendiri, terutama apa itu Mandar dan hubungannya dengan kehidupan manusia yang berpredikat orang Mandar.
Menurut Panitia Pelaksana Seminar Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa dalam suratnya pada Penulis, konon ada kehendak dari salah satu tokoh Masyarakat Polmas untuk mengganti nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Mandar?
Berhubung lahirnya kehendak diataslah yang menjadi cikal bakal dipilihnya judul di atas untuk dibahas dalam suatu seminar sehari, guna mengetahui secara pasti berdasarkan sejarah Mandar, apakah mungkin bisa, layak dan sesuai nama/istilah Mandar dijadikan pengganti nama kabupaten Polewali Mamasa,atau ada nama lain yang lebih layak digunakan untuk jadi nama pengganti Kabupaten Polmas tersebut.
Untuk mendeteksi layak atau tidaknya istilah Mandar tersebutdigunakan sebagai pengganti nama Kabupaten Polmas, kita wajib melihat dengan teliti, seksama dan penuh pengertian secara logika berdasarkan kejujuran intelektual tentang existensi dan keadaan logis keduanya, yakni Mandar dan Polewali Mamasa.
Berikut ini Penulis akan berusaha sebatas kemampuan, teramat minim yang penulis miliki, untuk membahas Mandar dalam pandangan budaya Mandar agar jelas bagi kita tentang layak tidaknya istilah Mandar dijadikan nama pengganti Kabupaten Polmas, sebagai berikut :
Sebelum penulis berusaha membahas tentang Mandar dalam pengertian Lontar/Budaya Mandar dan lepas dari layak atau tidak layak istilah Mandar dijadikan pengganti nama Kabupaten Polmas, terlebih dahulu Penulis mengemukakan pendapat pribadi Penulis sehubungan dengan kehendak menggunakan kata/istilah Mandar menjadi nama Kabupaten Polmas, sebagai berikut :
Kehendak ini harus dibicarakan lebih dahulu sesuai dengan prosedur berdasarkan tradisi budaya Mandar, yakni wajib dibicarakan melalui seminar atau kongres yang dihadiri oleh seluruh Mandar yang wilayahnya bekas seluruh Kerajaan di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Bagbana Binanga, ditambah bekas kerajaan di Tiparittiqna Ukai yakni bekas kerajaan Alu, Taramanuq dan Tuqbi, karena menurut fakta sejarah, disinyalir, penggunaan istilah Mandar secara formal dan resmi di seluruh wilayah Mandar, dimulai dalam Allamungang Batu di Lujo atau lebih lazim dikenal dengan istilah Sipamandaq di Lujo.
Menurut Penulis, lepas dari boleh atau tidak, layak atau tidak layak, namun apapun yang diputuskan dalam pertemuan seluruh Mandar tersebut, selalu absah dan sah untuk dilakukan di dalam wilayah Mandar. 
II. PEMBAHASAN
A. Keberadaan Mandar
Dengan memahami logika sejarah Mandar, kita tak mampu mengingkari, bahwa Mandar tak lebih dari nama/istilah kesatuan Suku dan Budaya untuk seluruh rakyat yang mendiami wilayah Mandar. Itu sebabnya sepanjang sejarah sama sekali tidak pernah ada Kerajaan Mandar yang rajanya disebut Raja Mandar dan menguasai seluruh Mandar. Yang pernah ada di Zaman tradisional adalah raja-raja di Mandar yang jumlahnya empat belas, yakni Kerajaan Tabulahang, Kerajaan Rantebulahang, Kerajaan Aralle, Kerajaan Mambi, Kerajaan Matangnga, Kerajaan Tabang, dan Kerajaan Bambang dikelompok Pitu Ulunna Salu, Berikut Kerajaan Balanipa, Kerajaan Sendana, Kerajaan Banggae, Kerajaan Pamboang, Kerajaan Tappalang, Kerajaan Mamuju, dan Kerajaan Benuang dikelompok Pitu Babaqna Binanga, yang masing-masing berkuasa/berdaulat penuh di dalam kerajaannya dan mempunyai derajat yang sama di antara kerajaan-kerajaan tersebut.
B. Letak Geografis Mandar
Wilayah Mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 1o-3o Lintang Selatan dan antara 118o-119o Bujur Timur.
C. Luas Wilayah Mandar
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 Km2, terurai dengan :
1. Luas Kab.Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622.40 Km2
2. Luas Kabupaten Majene : 1.932.00 Km2
3. Luas Kabupaten Polewali Mamasa : 9.985.00 Km2
Jadi luas Kabupaten Polewali sendiri : 9.985.00 Km2
Dikurangi luas Kabupaten Mamasa sekarang : Km2
D. Batas-Batas Wilayah Mandar :
Semula dari saman dahulu kala, minimum di zaman Penjanjian atau Allamungang Batu di Lujo, batas-batas wilayah Mandar adalah :
- Sebelah Utara dengan Lalombi, wilayah Sulawesi Tengah
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Poso, Kabupaten Luwu dan Kabupaten Tanah Toraja
- Sebelah Selatan dengan Binanga Karaeng, Kabupaten Pinrang
- Sebelah Barat dengan Selat Makassar
Kini batas Mandar di Utara berubah jadi Suremana, yang berarti kita kehilangan wilayah lebih sepuluh kilometer, dan juga kehilangan lebih sepuluh kilometer di Selatan, karena batas wilayah Mandar di Selatan sekarang sudah bukan Binanga Karaeng, tapi Paku.
E. Mandar Dalam Beberapa Perjanjian Internal Mandar :
    Sebelum Mandar secara resmi memakai istilah Mandar, leluhur Mandar tampil dengan dua predikat yang baku dan umum disepakati oleh leluhur di Mandar, yakni dua predikat kelompok yaitu kelompok kerajaan di daerah pegunungan yang lazim dikenal dengan istilah Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di hulu sungai) dan kelompok kerajaan yang terletak di muara sungai, yang lazim dikenal dengan istilah Pitu Baqbana Binanga (tujuh kerajaan di muara sungai), mereka leluhur Mandar menggunakan istilah “Hulu” dan “Muara” sungai, perlambang jalinan persatuan antara dua kelompok itu teramat erat yang tidak mungkin bisa dipisahkan, laksana satu sungai yang hanya bisa dipilih antara Hulu dengan Muara. Antara lain perjanjianyang bertujuan kesepakatan bulat demi untuk hidup bersatu, seiya sekata, senasib dan sepenanggungan antara dua kelompok, ialah :
1. Perjanjian Rantebulahang :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Kerajaan Rantebulahang mewakili Pitu Ulunna Salu dan Kerajaan Balanipa mewakili Pitu Baqbana Binganga. Tujuannya untuk memperkecil perbedaan pendapat, guna menjalin persatuan dan kesatuan.
2. Perjanjian Malundaq :
           Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah Lalilakang Tallu di Malundaq dan Lante Samballa di Taang.
3. Passullurang Basi di Lakahang :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Babaqna Binanga. Tujuannya ialah masalah orang Passokkorang sebagai rampasan perang di Mandar dan masalah tiga perempat dari daerah Palilinq Massedan menghadap ke Pitu Ulunna Salu dan seperempatnya menhadap ke Pitu Babaqna Binanga.
4.Perjanjian Sungkiq :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu, kakaruanna Tiparittiqna uhai dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya menjadikan daerah paliliq massedan menjadi kakaruanna Tiparittiqna Uhai, sehingga waktu itu terjadi istilah Pitu Ulunna Salu, Kakaruanna Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.
5.Perjanjian Dama-damaq :
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad XVIII Masehi, antara Pitu Ulunna Salu, daerah paliliq Massedan dan Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya pembebasan daerah paliliq Massedan untuk memakai hukumannya sendiri didalam daerahnya.
6. Allamungang Batu di Luyo (Sipamandaq di Lujo) :
Transliterasi :
a. Taqlemi manurunna peneneang uppasambulobulo anaq, appona di Pitu Ulunna Salu, Pitu Baqbana Binanga, nasaqbi Dewata Diaya dewata diang, Dewata dikanang Dewata dikairi, Dewata diolo Dewata diboeq, menjarimi passemandarang.
b. Tannisapaq tanniatonang, maq allonang mesa mallatte samballa, siluang sambusambu sirondong langiqlangiq, tassipande peogdong tassipadundu pelango, tassipelei dipanraq tassialuppei diapiangang.
c. Sipatuppu diadaq sipalete dirapang, adaq tuho di Pitu Ulunna Salu, Adaq Mate di Muane adaqna Pitu Baqbana Binanga.
d. Saputangang di Pitu Ulunna Salu, Simbolong di Pitu Baqbana Binanga.
e. Pitu Ulunna Salu memata di Sawa, Pitu Baqbana Binanga memata di Mangiwang.
f. Sisaraqpai mato malotong anna mata mapute, anna sisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga.
g. Moaq diang tomangipi mangidang mambattangang tommutomuane, namappasisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga, sirumungngii anna musesseqi, passungi anaqna anna muanusangi sau di uwai temmembaliq.
Terjemahan :
a. Sudah terfakta kesaktian leluhur moyang menyatu bulatkan anak cucunya di Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga, diatas kesaksian Dewata (Tuhan) diatas Dewata dibawah, Dewata di kanan Dewata di kiri, Dewata dimuka Dewata di belakang, lahirlah persatuan seluruh Mandar.
b. Tak berpetak tak berpembatas, bersatu bantal bertikar selembar, sepembalut tubuh selangit-langit, saling tidak memberi makanan yang menyebabkan bisa tertulang, saling tidak memberi minuman yang memabukkan atau beracun, saling tidak meninggalkan dikesusahan, saling tidak melupakan pada kebaikan.
c. Saling menghormati hukum dan peraturan masing-masing, Hukum hidup di Pitu Ulunna Salu, Hukum mati disuami adatnya Pitu Baqbana Binanga (Kerajaan Balanipa).
d. Destar (ikat kepala) di Pitu Ulunna Salu, Sanggul di Pitu Baqbana Binanga.
e. Pitu Ulunna Salu menjaga Ular (musuh dari darat), Pitu Baqbana Binanga menjaga Hiu (musuh dari laut).
f. Nanti berpisah mata hitam dengan mata putih, baru juga bisa berpisah Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga.
g. Barang siapa yang mimpi mengidamkan seorang anak laki-laki yang bakal memisahkan Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga, bersepakatlah untuk segera membedah perut yang hamil itu, lalu keluarkan ubang bayi laki-laki itu, kemudian hanyutkanlah ke air yang tidak mungkin kembali lagi.
Perjanjian ini terjadi kira-kira abad ke XVIII/XIX masehi antara leluhur Mandar yang mendiami daerah Pitu Ulunna Salu dan daerah Pitu Baqbana Binanga. Tujuannya kesepakatan bulat untuk secara resmi menggunakan Mandar sebagai nama kesatuan suku dan budaya dan kesepakatan mengakui bahwa Mandar adalah wilayah yang tercakup di daerah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga. Mulai saat itu leluhur orang Mandar mengakui penggunaan istilah Mandar secara formal dan resmi sebagai nama kesatuan suku dan budaya seluruh rakyat yang mendiami wilayah tertentu yang diberi nama Mandar.
Maka berdasarkan Sipamandaq di Lujo ini, lahirlah :
- Mandar yang mempunyai wilayah tertentu dengan letak geografis dan batas-batas tertentu.
- Mandar yang mempunyai rakyat tertentu yang di sebut suku Mandar.
- Mandar sebagai satu diantara empat etnis di Sulawesi Selatan.
- Mandar dengan budaya spesifik yang dikenal dengan budaya Mandar.
Dengan demikian, maka Mandar tidak bisa dijadikan nama salah satu kabupaten di Mandar, karena akan bertentangan dengan syarat-syarat yang dimiliki oleh Mandar, baik Mandar sebagai nama kesatuan suku budaya, maupun syarat-syarat lain seperti letak geografis, luas wilayah dan rakyat yang masuk criteria rakyat Mandar.
Kwalitas kemandaran diantara empat belas kerajaan yang ada di Mandar semua sama, yang olehnya tidak ada satu kerajaan yang bisa mengklaim nama Mandar untuk dipakai sendiri, karena Mandar adalah milik bersama empat belas bekas kerajaan di Mandar.
Kecuali apabila diadakan lagi pertemuan seluruh Mandar dan di bicarakan bersama lalu dicapai kesepakatan untuk mengisinkan salah satu bekas kerajaan di Mandar untuk memakainya, penulis rasa ini tidak ada masalah.
7. Usulan nama Alternatif :
Suatu ketika pernah penulis dipanggil alm. Haji Abdul Malik Pettana Iyendeng ke rumah beliau di Tinambung semasa beliau masih hidup, untuk berbincang mengenai pemekaran Daerah Kabupaten di seluruh Mandar menjelang lahiranya Sulbar, waktu itu penulis mengusulkan pemekaran Kabupaten Polmas menjadi tiga Kabupaten yakni :
- Kabupaten Pitu Ulunna Salu (PUS)
- Kabupaten BalBen (Balanipa Benuang)
- Kota Madiya Mandar dengan Ibu kota Tinambung, meliputi Kecamatan Campalagian dan Kecamatan Tinambung.
Dengan usul Penulis seperti diatas, penulis sangat terkejut karena selama penulis hidup sama-sama dengan beliau, baru kali itu Penulia lihat spontan beliau marah pada penulis katanya : Kau mau merusak Mandar sebagai kebanggaan satu-satunya bagi rakyat Mandar ?. mandar tidak bisa dipermak lagi, karena kapan hilang salah satu syaratnya ia tidak akan menjadi Mandar lagi, Penulis beralasan ; demi mengabadikan nama Mandar, lalu spontan beliau jawab masih dalam keadaan kelihatan marah, “Apa kamu tidak anggap Mandar cukup abadi dengan nama Suku dan Budaya Mandar ? Di Sulawesi Selatan bahkan diseluruh nusantara sangat dikenal Budaya Mandar dan Suku Mandar, apa lagi yang kau mau ? Penulis Cuma tertunduk diam saat itu. Beliau Cuma menginginkan nama “Kabupaten Balanipa, atau digabungdengan Benuang menjadi Kabupaten BalBen. Penulis menawarkan ; Kabupaten Balben (Kabupaten Balanipa Benuang), atau Kabupaten Tamajarra, atau Kabupaten Balanipa saja seperti yang beliau alm. Haji. Abdul Malik kehendaki (Lihat Foto copy rencana pemekaran beliau terlampir).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan :
1. Mandar adalah nama kesatuan Suku dan Budaya, bukan nama suatu kerajaan, atau lain-lainnya
2. Mandar adalah nama Suku dan Budaya orang-orang yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga.
3. Mandar sudah ada jejak berabad-abad lalu, tapi dimulai pemakaiannya secara resmi sebagai simbol persatuan bagi seluruh rumpun Mandar,sejak Allamungang batu di Lujo.
4. Mandar adalah milik bersama secara berimbang tanpa perbedaan derajat di anatara empat belas bekas kerajaan di Mandar yang mendiami wilayah Pitu Ulunna Salu, Pitu Baqbana Binanga dengan luas dan batas-batas tertentu.
5. Karena Mandar adalah milik bersama empat belas Kerajaan di Mandar, maka tidak ada satupun bekas kerajaan di Mandar yang bisa memakai sendiri istilah Mandar, tanpa persetujuan empat belas bekas kerajaan Mandar.
B. Saran-Saran :
1. Supaya seluruh orang Mandar berteguh dan konsekuen menjadikan Mandar sebagai lambang Persatuan murni di seluruh etnis Mandar.
2. Untuk lebih mempertebal rasa kemandaran, supaya Budaya Mandar digali, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan dan diwariskan kepada generasi Mandar di seluruh wilayah Mandar.
3. Supaya seluruh Suku Mandar yang mengaku Berbudaya Mandar, sama-sama memelihara keutuhan Mandar sebagai lambang persatuan dan kesatuan di seluruh Mandar.
4. Supaya amanah Allumungang Batu di Lujo sebagai kearifan dan Amanah leluhur Mandar, kita terima sebagai warisan leluhur Mandar yang paling berharga untuk sama-sama dipegang teguh untuk memelihara keutuhan Mandar.
5. Diusulkan nama Kabupaten BalBen (Balanipa-Benuang) untuk jadi pengganti nama Polewali-Mamasa. 
(Sumber : Kumpulan Makalah Seminar Sehari Tahap II Menggagas Perubahan Nama Kabupaten Polewali Mamasa Pasca UU 11 2002 Oleh DPD KNPI Polewali Mandar)

MAU ANU SAICCO` MUA` DITARIMAI MACOWAI MAPIA TOI BARAKKA`NA LULLUARE`